Pages

Rabu, 11 Januari 2012

Saat Teduh 11 Januari 2012

SOROT
AMSAL 15 : 3, IBRANI 4 : 13

Kamera video memalsukan banyak hal. Itu sebabnya saya tidak begitu suka dengan kamera. Saat kamera video diarahkan kepada saya, tidak mungkin saya menjadi diri saya sendiri seperti tingkah yang biasa saya tunjukkan. Biasanya saya urakan atau sedikit ugal-ugalan, sekarang harus jadi sosok yang cool dan jaga wibawa. Bukankah sebuah kamera membuat saya tidak bisa menjadi diri saya yang sebenarnya? Itu belum seberapa dibandingkan dengan beberapa reaksi pendeta atau rohaniwan saat kamera televisi menyorotnya. Kamera bisa menyulap tingkahnya dalam sekejap mata. Tiba-tiba saja ia terlihat begitu santun, saleh dan tentu saja sangat rohani. Setelah kamera itu berlalu, tingkahnya yang asli keluar dan menjadi berbeda 180 derajat dari sikap sebelumnya.
Di hadapan manusia kita selalu jaga image. Itu baik dan tentu saja bukan hal yang salah. Tapi sayang kita masih punya sisi-sisi lain yang selalu kita sembunyikan. Saat tidak ada banyak orang tahu, maka sifat asli kitapun segera keluar. Dari halleluya atau puji Tuhan berubah menjadi kata makian. Tak ada lagi senyuman seperti yang sudah-sudah. Tidak ada kata-kata rohani lagi, sebaliknya sifat nature kita sebagai manusia berdosa benar-benar dengan jelas terlihat!
Ah, seandainya setiap ada kamera yang selalu menyorot kehidupan setiap orang 24 jam sehari. Saya bayangkan dunia ini akan langsung jadi beda. Tidak ada lagi yang jahat, semuanya baik. Tidak ada yang berselingkuh, semuanya setia. Tidak ada yang berbuat cabul, semuanya kudus. Sayang tidak ada kamera yang menyorot kehidupan manusia 24 jam sehari. Masa tidak ada kamera yang menyorot kehidupan manusia 24 jam sehari? Bukankah masih ada kamera dari surga yang terus mengawasi kehidupan manusia? Sekali lagi manusia itu unik. Ia lebih takut kamera buatan manusia daripada kamera yang menyorot dari surga. Manusia sebenarnya tahu kalau Tuhan selalu mengawasi apa saja yang diperbuatnya, tapi dosa sudah menebalkan nuraninya.
Harapan saya, tulisan ini paling tidak menyentuh nurani kita untuk kembali peka. Menyadari bahwa tidak ada yang tersembunyi di hadapan Tuhan, semuanya telanjang dan terbuka. Jadi, meski tidak ada orang yang melihat, kita selalu menjaga integritas, bagaimanapun juga ada sepasang mata yang terus melihat kita.
Ketika tidak ada seorangpun yang melihat diri kita, itulah diri kita yang sebenarnya.


Source: www.renungan-spirit.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More